Selasa, 17 Mei 2016

Teori Belajar Menurut Jean Piaget



MAKALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
TEORI BELAJAR MENURUT JEAN PIAGET
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran.
Yang dibina oleh Kinkin suartini, M. Pd


Disusun oleh :
Laili Fauziah ( 11140163000001)
Mayuriko Olivia Pertiwi (111401630000)
Deden Haryanto ( 111401630000)
Rizka Nabila       (11140163000024)
Fitrian Saraswati yuswandini ( 11140163000031)
Alimatun Nabilah (11140163000021)
Dita Purnama (11140163000009)

Program Studi Pendidikan Fisika
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2015


KATA PENGANTAR

       Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Belajar dan Pembelajaran ini. Kami mengharapkan kiranya makalah yang telah kami susun ini dapat bermanfaat bagi para pembaca atau pihak lain yang membutuhkan informasi dalam makalah tentang Teori Kognitiv menurut Jean Piaget menyadari bahwa makalah yang kami susun ini jauh dari kata sempurna, untuk itu kami berbesar hati menerima segala kritik dan saran dari berbagai pihak.  Kami juga tidak lupa menyampaikan ucapan terimakasih kepada dosen pembimbing dan pihak-pihak yang telah bersedia membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
       Akhir kata kami mohon maaf atas kekurangan serta kejanggalan baik isi maupun dalam teknik penyusunan.




                                                                                     Jakarta, 3 Desember 2015.


                                                                                                Tim penyusun
  




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii
BAB I - PENDAHULUAN .....................................................................................................1
1.1  Latar Belakang Masalah .............................................................................................. 1
1.2  Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2
1.3  Tujuan Penulisan........................................................................................................... 2


BAB II - PEMBAHASAN ...................................................................................................... 3
2.1  Pengertian Teori Belajar Kognitif................................................................................ 3
2.2  Teori Belajar kognitif menurut Jean Piaget …............................................................ 4
2.2.1        Implikasi Teori Piaget dalam Pendidikan ....................................................... 8
2.2.2        Kritik terhadap teori Piaget dalam fisika …………………………………….9

BAB III - PENUTUP    ........................................................................................................... 10
 3.1 KESIMPULAN .........................................................................................................  10
       3.2 SARAN ...................................................................................................................... 11
3.2   DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………… 12

 



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Teori-teori belajar bermunculan seiring dengan perkembangan teori psikologi. Salah satu diantara teori belajar yang terkenal adalah teori belajar behaviorisme dengan tokohnya B.F. Skinner, Thorndike, Watson dan lain-lain. Dikatakan bahwa, teori-teori belajar hasil eksperimen mereka secara prinsipal bersifat behavioristik dalam arti lebih menekankan timbulnya perilaku jasmaniah yang nyata dan dapat diukur.
Namun seiring dengan kemajuan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan, teori tersebut mempunyai beberapa kelemahan, yang menuntut adanya pemikiran teori belajar yang baru. Dikatakan bahwa, teori-teori behaviorisme itu bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon, sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot, padahal setiap manusia memiliki kemampuan mengarahkan diri (self-direction) dan pengendalian diri (self control) yang bersifat kognitif, dan karenanya ia bisa menolak respon jika ia tidak menghendaki, misalnya karena lelah atau berlawanan dengan kata hati, dan proses belajar manusia yang dianalogikan dengan perilaku hewan itu sangat sulit diterima, mengingat mencoloknya perbedaan karakter fisik dan psikis antara manusia dan hewan. Hal ini dapat diidentifikasi sebagai kelemahan teori behaviorisme.
Dari kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam teori behaviorisme dapat diambil suatu pertanyaan, “Upaya apa yang akan dilakukan oleh para ahli psikologi pendidikan dalam mengatasi kelemahan teori tersebut ?’’Realitas ini sangat penting untuk dibahas dalam makalah ini.
Untuk itu pembahasan makalah ini diangkat untuk mengungkap masalah-masalah tersebut. Berdasarkan tulisan-tulisan dalam berbagai literatur, ditemukan bahwa para ahli telah menemukan teori baru tentang belajar yaitu teori belajar kognitif yang lebih mampu meyakinkan dan menyumbangkan pemikiran besar demi perkembangan dan kemajuan proses belajar sebagai lanjutan dari teori behaviorisme tersebut.
1.2  Rumusan Masalah
Agar pembahasan dalam makalah ini tidak lari dari sub pembahasan ada baiknya pemakalah rumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, antara lain :
1.  Pengertian teori belajar Kognitif
2.  teori belajar Kognitif menurut Jean Piaget
3.  Implikasi teori belajar Kognitif dalam pendidikan khususnya di Fisika

1.3  Tujuan Penulisan
1.  Mahasiswa mampu menjelaskan serta menjabarkan pengertian teori belajar Kognitif.
2.  Mahasiswa mampu mengetahui teori belajar Kognitif menurut Jean Piaget beserta contoh-contoh pemikirannya.
3.  Mahasiswa mampu mengetahui serta implikasikan teori belajar kognitif dalam proses belajar mengajar.


















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Belajar Kognitif
            Secara bahasa Kognitif berasal dari bahasa latin”Cogitare” artinya berfikir.[1] Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia/satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan.
Sedangkan secara istilah dalam pendidikan Kognitif adalah salah satu teori diantara teori-teori belajar dimana belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh pemahaman. Dalam model ini, tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan, dan perubahan tingkah laku, sangat dipengaruhi oleh proses belajar berfikir internal yang terjadi selama proses belajar.[2]
            Teori belajar ini hadir dan muncul disebabkan para Ahli Psikologi belum puas dengan penjelasan yang teori-teori yang terdahulu. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku seseorang selalu di dasarkan pada kognisi, yaitu suatu perbuatan mengetahui atau perbuatan pikiran terhadap situasi dimana tingkah laku itu terjadi[3]. Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996) bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas. Objek-objek yang di amatinya dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan, atau lambing yang merupakan sesuatu yang bersifat mental. Misalnya, seseorang menceritakan hasil perjalanannya berupa pengalaman kepada temannya. Ketika dia menceritakan pengalamannya selama dalam perjalanan, dia tidak dapat mennghadirkan objek-objek yang pernah dilihatnya selama dalam perjalanan itu, dia hanya dapat menggambarkan semua objek itu dalam bentuk kata-kata atau kalimat.[4]
Dari keterangan dan penjelasan di atas dapat pemakalah simpulkan bahwa Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari beberapa tahapan, yaitu ; pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembang kan kemampuan rasional (akal).
2.2 Teori Belajar Kognitif menurut Jean Piaget
            Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetika, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis, yaitu perkembangan system syaraf. Dengan bertambahnya umur maka susunan syaraf seseorang akan semakin kompleks dan memungkinkan kemampuannya akan semakin meningkat[5]. Jean Piaget meneliti dan menulis subjek perkembangan kognitif ini dari tahun 1927 sampai 1980. Berbeda dengan para ahli-ahli psikologi sebelumnya, Piaget menyatakan bahwa cara berpikir anak bukan hanya kurang matang dibandingkan dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan , tetapi juga berbeda secara kualitatif. Menurut penelitiannya juga bahwa tahap-tahap perkembangan individu /pribadi serta perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan belajar individu.[6]
            Piaget mengembangkan teori perkembangan kognitif yang cukup dominan selama beberapa dekade. Dalam teorinya Piaget membahas pandangannya tentang bagaimana anak belajar. Menurut Jean Piaget, dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak merupakan suatu proses sosial. Anak tidak berinteraksi dengan lingkungan fisiknya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial. Akibatnya lingkungan sosialnya berada diantara anak dengan lingkungan fisiknya. Interaksi anak dengan orang lain memainkan peranan penting dalam mengembangkan pandangannya terhadap alam. Melalui pertukaran ide-ide dengan orang lain, seorang anak yang tadinya memiliki pandangan subyektif terhadap sesuatu yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi obyektif.
            Proses belajar haruslah di sesuaikan dengan perkembagan syaraf seorang anak, dengan bertambahnya umur maka susunan saraf seorang akan semakin kompleks dan memungkinkan kemampuannya semakin meningkat. Karena itu proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya. Perjenjangan ini bersifat hierarki, yaitu melalui tahap-tahap tertentu sesuai dengan umurnya. Seseorang tidak dapat mempelajari sesuatu yang diluar kemampuan kognitifnya[7].  Dalam perkembangan intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian Piaget yaitu :
·         Struktur, Piaget memandang ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental dan perkembangan logis anak-anak. Tindakan (action) menuju pada operasi-operasi dan operasi-operasi menuju pada perkembangan struktur-struktur.
·         Isi, merupakan pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya.
·         Fungsi, Adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk mengestimasikan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan. Adaptasi, terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
Menurut Pieget, proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu asimilasi, akomodasi dan equilibrasi.
·         Asimilasi, adalah proses penyatuan informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa.
·         Akomodasi, adalah proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru.
·         Equilibrasi, adalah proses penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Menurut Piaget aspek perkembangan kognitif meliputi empat tahap[8], yaitu:
·         Sensory-motor (sensori-motor)
Selama perkembangan dalam periode ini berlangsung sejak anak lahir sampai usia 2 tahun, intelegensi yang dimiliki anak tersebut masih berbentuk primitif dalam arti masih didasarkan pada perilaku terbuka. Meskipun primitif dan terkesan tidak penting, intelegensi sensori-motor sesungguhnya merupakan intelegensi dasar yang amat berarti karena ia menjadi pondasi untuk tipe-tipe intelegensi tertentu yang akan dimiliki anak tersebut kelak.
·         Pre operational (praoperasional)
Perkembangan ini bermula pada saat anak berumur 2-7 tahun dan telah  memiliki penguasaan sempurna mengenai objek permanence, artinya anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat dan tak didengar lagi. Jadi, padangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dari pandangan pada periode sensori-motor, yakni tidak lagi bergantung pada pengamatan belaka.
·         Concrete operational (konkret-operasional)
Dalam periode konkret operasional ini belangsung hingga usia menjelang remaja, kemudian anak mulai memperoleh tamnbahan kemampuan yang disebut sistem of operations (satuan langkah berfikir). Kemampuan ini berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu dalam sistem pemikirannya sendiri.
·         Formal operational (formal-operasional)
Dalam perkembngan formal operasional, anak yang sudah menjelang atau sudah menginjak masa remaja, yakni usia 11-15 tahun, akan dapat mengatasi masalah keterbatasan pemikiran. Dalam pperkembangan kognitif akhir ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan (serentak) maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yakni:
o   kapasitas menggunakan hipotesis
o   kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak
Dalam dua macam kemampuan kognitif yang sangat berpengaruh terhadap kualiatas skema kognitif itu tentu telah dimiliki oleh orang-orang dewasa. Oleh karenanya, seorang remaja pelajar yang telah berhasil menempuh proses perkembangan formal operasional secara kognitif dapat dianggap telah mulai dewasa[9]. Dalam perkembangan intelektual, ada tiga aspek yang diteliti oleh Piaget, yaitu struktur (merupakan organisasi mental tingkat tinggi), isi (pola perilaku yang khas tercermin pada respon), fungsi (untuk membuat kemajuan-kemajuan intelektual). Lima faktor yang mempengaruhi transisi tingkat perkembangan intelektual yaitu : kedewasaan, pengalaman, fisik, pengalaman logika matematis, transmisi sosial, proses keseimbangan. Berikut adalah Tingkat perkembangan intelektual.

Tingkat Perkembangan Intelektual
No.
Tahapan      
Karakteristik
1.
Sensori motorik
(0-2 tahun)
a) - Melakukan gerak refleks; memegang, mengisap, menangis
b) - Bermain, meniru (imitasi)
c) - Sifat permanen objek
d) - Non verbal
2.
Pra-operasional
(2-7 tahun)
a) - Perkembangan bahasa sangat pesat
b) - Bersifat egosentris
c) - Berpikir irreversibel (tdk dpt diubah)
d) - Cenderung berpikir memusat
3.
Operasional konkret
(7-11 tahun)
a) - Berpikir  reversibel
b) - Mampu mengklasifikasi
c) - Mampu melakukan operasi: +, -, x, :
d) - Memahami prinsip konservasi: jumlah, volume, luas, berat, dan sebagainya
4.
Operasional formal
(11 tahun---→)
a) - Mampu memberikan alasan yg proporsional & mengkombinasikan beberapa alasan
b) - Mampu menidentifikasi dan mengendalikan variabel
c) - Mampu memberikan alasan yg bersifat deduktif-hipotetik
d) - Mampu berpikir reflektif

2.2.1  Implikasi Teori Pieget untuk Pendidikan
            Para pendidik memandang bahwa teori Pieget itu dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan guru di dalam menyusun struktur dan urutan mata pelajaran di dalam kurikulum. Hunt mempraktekkan di dalam program pendidikan TK yang menekankan pada perkembangan sensori motoris dan proeperasional. Misal belajar menggambar, mengenal benda, dan menghitung.
            Seorang guru yang tidak memperhatikan tahapan-tahapan perkembangan kognitif anak ini akan cenderung menyulitkan siswa. Contoh, mengajarkan konsep-konsep abstrak tentang Shalat kepada sekelompok siswa kelas dua SD, tanpa adanya usaha untuk mengkongkretkan konsep-konsepp tersebut, tidak hanya sia-sia, tetapi justru akan lebih membingungkan siswa.
Implementasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget Dalam Pembelajaran, adalah :
·         Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
·         Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
·         Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.[10]
Teori belajar Piaget dalam aplikasi praktisnya mementingkan keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar, karena hanya dengan melibatkan atau mengaktifkan siswa, maka proses asimilasi dan akoomodasi pengetahuan dapat terjadi dengan baik. Secara umum pengaplikasian teori piaget dalam kegiatan pembelajaran biasanya mengikuti pola berikut :
a.       Menentukan tujuan-tujuan instruksional
b.      Memilih materi pelajaran
c.       Menentukan topik-topik yang mungkin dipelajari secara aktif oleh siswa (dengan bimbingan minimum dari guru).
d.      Menentukan dan merancang kegiatan belajar yang cocok untuk topic-topik yang akan dipelajari siswa.
e.       Mempersiapkan berbagai pertanyaan yang dapat memacu kreativitas siswa untuk berdiskusi atau bertanya.
f.       Mengevaluasi proses dan hasil belajar.



2.2.2  Kritik terhadap teori Piaget dalam fisika
            Kebanyakan ahli psikologi sepenuhnya menerima prinsip-prinsip umum Piaget bahwa pemikiran anak-anak pada dasarnya berbeda dengan pemikiran orang dewasa, dan jenis logika anak-anak itu berubah seiring dengan bertambahnya usia. Namun, ada juga peneliti yang meributkan detail-detail penemuan Piaget, terutama mengenai usia ketika anak mampu menyelesaikan tugas-tugas spesifik.
Pada sebuah studi klasik, McGarrigle dan Donalson (1974) menyatakan bahwa anak sudah mampu memahami konservasi (conservation) dalam usia yang lebih muda daripada usia yang diyakini oleh Piaget. Studi lain yang mengkritik teori Piaget yaitu bahwa anak-anak baru mencapai pemahaman tentang objek permanence pada usia di atas 6 bulan. Balillargeon dan De Vos (1991) 104 anak diamati sampai mereka berusia 18 tahun, dan diuji dengan  berbagai tugas operasional formal berdasarkan tugas-tugas yang dipakai Piaget, termasuk pengujian hipotesa. Mayoritas anak-anak itu memang belum mencapai tahap operasional formal. Hal ini sesuai dengan studi-studi McGarrigle dan Donaldson serta Baillargeon dan DeVos, yang menyatakan bahwa Piaget terlalu meremehkan kemampuan anak-anak kecil dan terlalu menilai tinggi kemampuan anak-anak yang lebih tua.[11]
Dengan demikian dapat kita lihat jangkauan nya teori Piaget dalam pembelajar di dalam dunia Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) khususnya fisika, menurut saya belajar fisika dapat menjadi daya tarik siswa. Dimana Implikasi teori piaget dalam pembelajaran yaitu siswa hendaknya diberi peluang berbicara dan diskusi dengan teman-temannnya. Proses belajar mengajar menjadi berjalan lancar dengan adanya pengetahuan dari guru dan siswa diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya.








BAB III
PENUTUP


3.1 Simpulan
Dari pembahasan Teori Belajar kognitif dapat kami simpulkan sebagai berikut :
a. Pandangan Teori Belajar Kognitif adalah:
·         Elemen terpenting dalam proses belajar adalah pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu.
·         Perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri.
·         Belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar manusia ditentukan pada proses internal dalam berpikir yakni pengolahan informasi.
·         Belajar pada asasnya adalah peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral yang bersifat jasmaniah meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam hampir setiap peristiwa belajar siswa.
·         Teori belajar kognitif lebih menekankan arti penting proses internal, mental manusia. Tingkah laku manusia yang tampak, tak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental, seperti : motivasi, kesengajaan, keyakinan dan sebagainya.

b. Tokoh-Tokoh Teori Belajar kognitif adalah :
·         Piagiet
·         Ausubel
·         Bruner
·         Gestalt






3.2  Saran
Hendaknya pengetahuan tentang kognitif siswa perlu dikaji secara mendalam oleh para calon guru dan para guru demi menyukseskan proses pembelajaran di kelas. Tanpa pengetahuan tentang kognitif siswa, guru akan mengalami kesulitan dalam membelajarkannya di kelas, yang pada akhirnya mempengaruhi rendahnya kualitas proses pendidikan yang dilakukan oleh guru di kelas. Karena faktor kognitif yang dimiliki oleh siswa merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran di kelas. Faktor kognitif merupakan jendela bagi masuknya berbagai pengetahuan siswa melalui kegiatan belajar baik secara mandiri maupun secara kelompok



















DAFTAR PUSTAKA
Fauziah Nasution, Psikologi Umum, Buku Panduan untuk Fakultas Tarbiyah IAIN SU, 2011.
Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran, Medan :Perdana Publishing, 2011.
Abu Ahmad & Widodo Aupriyono, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 1991.
Syaiful bahri Djamarah,, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 2011.
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003.



[1] Fauziah Nasution, Psikologi Umum, Buku Panduan untuk Fakultas Tarbiyah IAIN SU, 2011, hal : 17
[2] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran, Medan :Perdana Publishing, 2011,  hal : 32
3 Abu Ahmad & Widodo Aupriyono, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 1991, hal : 214-215
[4] Syaiful bahri Djamarah,, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 2011, hal : 28-29
[5] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran, Medan :Perdana Publishing, 2011, hal: 33
[6] Di kutip dari : http://valmband.multiply.com/journal/item/12
[7] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran, Medan :Perdana Publishing, 2011, hal: 33
[8] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003, hal : 26
[9] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003, hal : 26
[10] Di kutip dari : http://meetabied.wordpress.com/2010/03/20/teori-perkembangan-kognitif-piaget//
[11] Di kutip dari : http://meetabied.wordpress.com/2010/03/20/teori-perkembangan-kognitif-piaget//
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar