MAKALAH ILMU PENDIDIKAN ISLAM
“Konsep Mendidik dalam Perspektif Islam ”
Disusun
untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Pendidikan Islam
Yang dibimbing oleh Bapak Syamsul Aripin, M.Pd
Disusun
oleh :
Farikhatul Mukharomah 11140163000010
Mayuriko Olivia Pertiwi 11140163000019
Kelas:
Pendidikan Fisika 4A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam. Dialah yang
menganugrahkan Al-Qur’an sebagai hudan li al-nas (petunjuk bagi seluruh
manusia) dan rohmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam). Dialah
yang telah mengumpulkan Al-Qur’an dalam dada Nabi Muhammad SAW sampai
kesucian-Nya dapat sampai kepada kita hari ini atas izin Allah SWT.
Salawat bertangkaikan salam semoga tercurah limpahkan kepada
Baginda Nabi Muhammad SAW yanbg menjadi utusan dan manusia pilihan-Nya sebagai
penyampai, pengamal, hingga penafsir pertama Al-Qur’an. Yang membawa kitab pusaka,
yang menjadi penerang bagi seluruh umat dan merupakan penyempurna kitab-kitab
samawi sebelumnya.
Atas pertolongan dan hidayah-Nyalah makalah yang membahas tentang
pengertian pendidikan dalam secara bahasa dan istilah, dan aspek-aspek pendidikan pada individu dan
sosial budaya yang dibimbing oleh Bapak Syamsul Aripin, M.Pd.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi orang lain, khususnya bagi
penulis sendiri. Kritik dan saran dari pembaca akan sangat perlu untuk
memperbaiki penyusunan makalah dan akan diterima dengan senang hati. Serta
semoga makalah ini tercatat sebagai amal shaleh dan menjadi motivator bagi
penulis untuk menyusun makalah yang lebih baik dan bermanfaat. Amin.
Tangerang
Selatan, Maret 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN........................................................................................................ 1
A.
Latar Belakang...................................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................................. 2
C.
Tujuan................................................................................................................... 2
D.
Manfaat................................................................................................................. 2
BAB II
PEMBAHASAN.......................................................................................................... 3
A.
Pengertian Pendidikan dalam Islam ...................................................................... 3
B.
Aspek-aspek Pendidikan dari Sisi-sisi Individu .................................................... 6
C.
Aspek-aspek Pendidikan dari Sisi-sisi Sosial Budaya ......................................... 11
BAB III PENUTUP............................................................................................................... 19
A. Kesimpulan......................................................................................................... 19
B. Saran................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 20
LAMPIRAN.......................................................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu proses
generasi muda untuk dapat menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya
secara lebih efektif dan efisien. Pendidikan lebih daripada pengajaran, karena
pengajaran sebagai suatu proses transfer ilmu belaka, sedang pendidikan
merupakan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek
yang dicakupnya.
Perbedaan pendidikan dan pengajaran
terletak pada penekanan pendidikan terhadap pembentukan kesadaran dan
kepribadian anak didik di samping transfer ilmu dan keahlian.
Pengertian pendidikan secara umum
yang dihubungkan dengan Islam sebagai suatu system keagamaan menimbulkan
pengertian-pengertian baru, yang secara implicit menjelaskan
karakteristik-karakteristik yang dimilikinya.
Tujuan pendidikan merupakan sesuatu
yang sentral dalam pendidikan. Sebab tanpa perumusan yang jelas tentang tujuan pendidikan,
perbuatan menjadi tanpa arah, bahkan salah langkah dan tidak sesuai dengan
harapan. Demikian juga dengan pendidikan Islam yang berusaha untuk membentuk
pribadi manusia melalui proses yang panjang dengan suatu tujuan pendidikan yang
jelas dan direncanakan.
Namun, tidak semua tujuan yang telah
direncanakan tersebut berjalan mulus tanpa sandungan sedikitpun. Permasalahan
seringkali muncul yang berkaitan dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu ketika
output pendidikan yang dihasilkan tidak sesuai dengan tujuan tersebut.
Berdasarkan masalah tersebut di atas, telah ditemukan kasus-kasus seperti
korupsi, pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga dan lain sebagainya
yang dilakukan oleh seorang yang telah mengenyam sebuah pendidikan Islam.
Kejadian ini dapat diidentifikasi sebagai kurangnya pemahaman tentang hakekat tujuan pendidikan Islam dalam pribadi
orang tersebut.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang ini, maka
penyusun membuat suatu rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana pengertian pendidikan
dalam Islam secara bahasa dan istilah?
2.
Apa saja aspek-aspek pendidikan dari
sisi individu?
3.
Apa saja aspek-aspek pendidikan dari
sisi sosial-budaya?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian
pendidikan dalam Islam secara bahasa dan istilah
2.
Untuk mengetahui aspek-aspek
pendidikan dari sisi individu
3.
Untuk mengetahui aspek-aspek
pendidikan dari sisi sosial-budaya
D.
Manfaat
1.
Mahasiswa dapat mengetahui
pengertian pendidikan dalam Islam secara bahasa dan istilah
2.
Mahasiswa dapat mengetahui aspek-aspek
pendidikan dari sisi individu
3.
Mahasiswa dapat mengetahui
aspek-aspek pendidikan dari sisi sosial-budaya
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan dalam Islam
1. Definisi Pendidikan Secara Bahasa
Istilah pendidikan dalam konteks
Islam pada umumnya mengacu pada term tarbiyah,
ta’dib, dan ta’lim. Dari ketiga term tersebut, yang paling populer
penggunaannya dalam penyelenggaraan pendidikan Islam adalah term tarbiyah. Sedangkan kedua term lainnya,
yaitu ta’dib dan ta’lim jarang sekali digunakan.
1.
Tarbiyah berasal dari kata rabb yang memiliki arti dasar
berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjaga kelestarian atau
eksistensinya. Dalam penjelasan lain kata tarbiyah
berasal dari tiga kata. Pertama, rabba-yarbu yang berarti bertambah,
tumbuh, dan berkembang. Kedua, rabbiya-yarba yang berarti menjadi
besar. Ketiga, rabba-yarubbu berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntut, dan
memelihara. Berasal dari kata yang sama. berdasarkan hal tersebut, maka Allah
SWT adalah Pendidik Yang Maha Agung bagi seluruh alam semesta. Allah SWT
mendidik manusia, mengatur, memelihara, menumbuhkan, memiliki, dan
menyempurnakan alam, baik makrokosmos, maupun mikrokosmos.[1]
Kemudia kata rabb
sebagaimana yang terdapat dalam QS. Al-Fatihah ayat 2 (Alhamdu li Allahi rabb al-amin) mempunyai kandungan makna yang
berkonotasi dengan istilah tarbiyah.
Sebab kata rabb (Tuhan) dan murabbi (pendidik) berasal dari asal yang sama. berdasarkan hal tersebut,
maka Allah adalah Pendidik Yang Maha Agung bagi seluruh alam semesta.[2] Semua
arti kata rabb tersebut ada benang
merah yang menghubungkan dengan istilah mendidik. Rabb berarti menumbuhkan, sedangkan mendidik adalah menumbuhkan
secara optimal potensi yang ada dalam diri manusia agar manusia tumbuh dan
berkembang menuju insan kamil. Rabb berarti memelihara. Mendidik
berarti juga memelihara fitrah manusia agar tumbuh secara baik dan wajar. Jika
Allah SWT telah menginformasikan bahwa fitrah manusia itu beragama tauhid, maka
peserta didik harus dijaga dan dipelihara fitrahnya supaya berkembang menjadi
manusia yang beriman. Rabb berarti
menyempurnakan. Mendidik juga berarti menumbuhkembangkan potensi manusia menuju
kesempurnaan jasmani, intelektual, emosional, spiritual, dan sosialnya.[3]
2.
Ta’lim
Secara bahasa (etimologi), ta’lim (تعليم )
merupakan bentuk masdar dari kata ‘allama – yu ‘allimu - ta’liman (علم - يعلم – تعليما ) yang berarti pengajaran[8]. Dalam al quran,
kata ta’lim muncul dalam
berbagai surat. Sedangkan menurut
istilah (terminologi) kata ta’lim adalah merujuk kepada pengajaran yang
bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan dan ketrampilan. Ta’lim di dalam al quran
dijelaskan dalam al baqorah (2:22)
3.
Ta’dib
Secara bahasa, ta’dib merupakan bentuk
masdar dari kata addaba- yuaddibu-ta’diban, yang berarti mengajarkan sopan santun.
Sedangkan menurut istilah ta’dib dapat diartikan sebagai proses mendidik yang
memfokuskan kepada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti
pelajar.[4]
2.
Definisi Secara
Istilah
Ahmad Tafsir menyatakan
bahwa pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses
pemberdayaan manusia menuju kedewasaan, baik secara akal, mental maupun moral,
untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban sebagai seorang hamba di
hadapan Khaliq-nya dan sebagai ‘pemelihara’ (khalifah) pada semesta.
Menurut Prof. Dr. Hasan
Langgulung : Pendidikan ialah yang memiliki 3 macam fungsi, yaitu : 1).
Menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu dalam
masyarakat pada masa yang akan datang. Peranan ini berkaitan erat dengan
kelanjutan hidup (survival) masyarakat sendiri 2). Memindahkan ilmu pengetahuan
yang bersangkutan dengan peranan-peranan tersebut dari generasi tua kepada
generasi muda. 3). Memindahkan nilai-nilai yang bertujuan memelihara keutuhan
dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan hidup (surviral)
suatu masyarakat dan peradaban. Dengan kata lain, tanpa nilai-nilai keutuhan
(integrity) dan kesatuan (integration) suatu masyarakat, maka kelanjutan hidup
tersebut tidak akan dapat terpelihara dengan baik yang akhirnya akan
berkesudahan dengan kehancuran masyarakat itu sendiri.
Abdul Fattah Jalal, mendefinisikan pendidikan
sebagai proses pemberian pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab,
dan penanaman amanah, sehingga penyucian atau pembersihan manusia dari segala
kotoran dan menjadikan diri manusia berada dalam kondisi yang memungkinkan
untuk menerima al-hikmah serta mempelajari apa yang bermanfaat baginya dan yang
tidak diketahuinya.
Ahmad D.Marimba, merumuskan pendidikan adalah
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani siterdidik menuju terbentuknya keperibadian yang utama.
Zuhairin (1982), ”Pendidikan dalam
pengertian yang luas adalah meliputi perbuatan atau semua usaha generasi tua
untuk mengalihkan (melimpahkan) pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan serta
keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk menyiapkan mereka
agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah maupun rohaniah.”
Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf
(1986) berpendapat bahwa, Pendidikan adalah suatu pengajaran yang melatih
perasaan sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka
terhadap segala jenis pengetahuan, dipengaruhi sekali oleh nilai spritual dan
sangat sadar akan nilai-nilai etis.
UU Nomor 20 tahun 2003,”Pengertian Pendidikan yaitu
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara”.
Mustofa Al-Ghulayani : Bahwa Pendidikan itu ialah
menanamkan akhlak yang mulia di dalam jiwa anak dalam masa pertumbuhannya dan
menyiraminya dengan petunjuk dan nasihat, sehingga ahklak itu menjadi salah
satu kemampuan (meresap dalam) jiwanya kemudian buahnya berwujud keutamaan,
kebaikan dan cinta bekerja untuk kemanfaatan tanah air.
Munurut Rasyid Ridho, Pendidikan
(at-ta’lim) adalah proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa
individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu. Definisi ini berpijak
pada firman Allah al-Baqoroh ayat 31 tentang allama Allah kepada Nabi Adam as,
sedangkan proses tranmisi dilakukan secara bertahap sebagaimana Adam
menyaksikan dan menganalisis asma-asma yang diajarkan Allah kepadanya.
Syahminan Zaini; “Pengertian Pendidikan dalam
pandangan islam adalah membentuk manusia yang berjasmani kuat dan sehat dan
trampil, berotak cerdas dan berilmua banyak, berhati tunduk kepada Allah serta
mempunyai semangat kerja yang hebat, disiplin yang tinggi dan berpendirian
teguh”.
Anwar Jasin (1985), “Pendidikan adalah
kegiatan mengarahkan perkembangan seseorang sesuai dengan nilai-nilai yang
merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mereka. Maka, dengan pengertian
atau definisi itu, kegiatan atau proses pendidikan hanya berlaku pada manusia
tidak pada hewan."
Sebagaimana diketahui bahwa manusia merupakan
makhluk sosial dan individu yang membedakan dengan makhluk lain. Selain itu,
hakikat manusia adalah sebagai makhluk susila dan berketuhanan. Untuk itu
diperlukan aspek-aspek pendidikan yang sangat fundamental dalam menjalani
kehidupan bermasyarakat.[5]
(Indrakusuma, 1973: 51). Aspek-aspek pendidikan yang dimaksud diuraikan sebagai
berikut.
B. Aspek-aspek Pendidikan dari
Sisi-sisi Individu
Manusia adalah satu-satunya makhluk
Tuhan yang berbudi dan bermasyarakat. Oleh karena itu, masyarakat akan turut
membina budi pekerti, pribadi keluarga, kehidupan berbangsa dan sesama manusia.
Budi pekerti atau cara hidup pribadi seseorang dalam hidup bermasyarakat yang
terbina akan dapat dihayati dalam kehidupan sehari-hari melalui suasana
pendidikan, baik di lingkungan keluarga, lingkungan perguruan maupun di dalam
masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat akan sangat diperlukan pengetahuan dan
ketrampilan yang tidak hanya dapat diperoleh secara normal di dalam perguruan,
akan tetapi dengan cara-cara lain di dalam keluarga dan masyarakat.[6]
1.
Pendidikan Akhlak atau Budi Pekerti
Manusia adalah makhluk Tuhan yang ditakdirkan memiliki budi
pekerti. Dengan budi pekerti ini manusia menyadari dirinya sebagai pribadi yang
akan membudikan dirinya dalam cara hidup bermasyarakat. Anak yang berbudi akan
memungkinkan untuk menghayati kenyataan hidup secara logika yakni menurut
nilai-nilai kebenaran dan kemutlakan. Cara penghayatan ini memungkinkan
terbinanya kehidupan, ilmu, tata susila, seni dan ketuhanan. Penjiwaan budi
pekerti dilaksanakan demi kebaikan pribadi, keluarga, bangsa dari kebaikan
sesama manusia dan kebaikan alam semesta.[7]
Budi pekerti atau akhlak dapat diartikan sebagai satu-satunya aspek
yang sangat fundamental atau paling dasar dalam kehidupan. Pendidikan merupakan
proses belajar mengajar yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku yang
diharapkan. Budi pekerti dapat terlahir dari pendidikan baik secara formal
maupun non formal. Pendidikan membantu agar proses itu berlangsung secara
berdaya guna dan berhasil guna. Menurut Indrakusuma tujuan dari pendidikan budi
pekerti ialah:
a. Mendidik anak agar dapat membedakan antara baik dan buruk, terpuji
dan tercela.
b. Mendidik anak dalam sopan-santun.
Pembentukan
pendidikan akhlak ada dua macam :
a. Pembentukan kata hati agar anak memiliki kepekaan terhadap baik dan
buruk
b. Pembentukan kemauan agar anak mempunyai kemampuan yang kuat untuk
tidak melakukan hal yang tidak baik.
Budi pekerti atau akhlak adalah aspek yang sangat
fundamental dalam kehidupan.baik bagi kehidupan sebagai orang-seorang maupun
bagi kehidupan masyarakat dan bangsa. Tujuan dari pendidikan budi pekerti
adalah mandidik anak agar dapat membedakan antara baik dan buruk, sopan dan
tidak, terpuji dan terkutuk. Dengan demikian pendidikan akhlak mencakup dua
macam pembentukan yaitu pembentukan kata hati dan pembentukan kemauan.
Pembentukan kata hati, agar anak memiliki kepekaan (sensitiveness) terhadap baik dan buruk. Pembentukan kemauan, agar
anak mempunyai kemauan yang kuat untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak baik
dan hanya berbuat yang baik saja.
Ahli
filsafat Yunani kuno Socrates mengatakan bahwa “siapa yang tahu akan mau” yang
artinya seseorang akan mau berbuat sesuai kebajikan jika ia tahu akan
kebajikan, tapi pada kenyataannya di jaman sekarang tidak demikian. Pada saat
ini harus ada pembentukan kemauan disamping pembentukan kata hati untuk berbuat
sesuatu dengan yang baik sebagaimana telah kita ketahui. Rousseau menyatakan
“manusia baik waktu dilahirkan tetapi jadi rusak karena masyarakat.”[8]
Mengenai pelaksanaan pendidikan budi pekerti di sekolah,
dalam hal ini ada dua pendapat.
Pendapat pertama, menghendaki agar pendidikan budi
pekerti diberikan dalam jam-jam tersendiri. Dengan begitu ada jam pelajaran
untuk budi pekerti tersendiri. Pendapat kedua menghendaki, bahwa pendidikan
budi pekerti diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran. Semua guru dengan
mata pelajaran apapun harus menyusupkan pendidikan budi pekerti dan membimbing
serta mengawasi budi pekerti murid-murid.
Pendapat kedua, mungkin baik juga untuk murid-murid
kelas rendah. Tetapi untuk kelas yang lebih tinggi pendapat kedua kiranya lebih
cocok. Oleh karena, banyak mata pelajaran yang baik untuk di pergunakan sebagai
wadah dari pendidikan budi pekerti. Misalnya mata pelajaran agama,
kewaraganegaraan, juga bahasa, kiranya merupakan wadah-wadah yang baik untuk
pendidikan budi pekerti.
2.
Pendidikan Kecerdasan
Pendidikan kecerdasan
adalah salah satu tugas pokok dari sekolah, di samping tugas-tugas yang lain.
Tujuan dari pendidikan kecerdasan ialah mendidik anak agar dapat berfikir
secara kritis, logis, kreatif, dan reflektif.[9]
a. Berfikir secara kritis, berarti bahwa dengan cepat anak melihat hal-hal
yang benar dan hal-hal yang tidak benar.
b. Berfikir secara logis, berarti bahwa dengan cepat dapat melihat hubungan
masalah yang satu dengan yang lain, menghubung-hubungkan dari beberapa masalah,
membandingkan, kemudian menarik kesimpulan.
c. Berfikir secara kreatif, berarti bahwa dari apa yang telah di selidiki,
melakukan percobaan, serta pengamatan yang dilakukan dapat menemukan sesuatu
yang dianggap baru.
d. Berfikir secara reflektif, berarti bahwa anak dapat menggunakan cara-cara
induktif dan deduktif dengan tepat , guna memecahkan persoalan-persoalan.
Istilah “Cognitive”
berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti
mengetahui. Dalam arti yang luas, cognition (kognisi) ialah perolehan,
penataan, dan penggunaan pengetahuan.[10]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kognisi adalah proses
pengenalan dan penafsiran oleh seseorang; kegiatan memperoleh pengetahuan atau
usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman sendiri.[11]
Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif
menjadi populer sebagai salah satu domain atau wilayah/ranah psikologis manusia
yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman,
pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan
keyakinan. Ranah kewajiban yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan
konasi dan efeksi yang bertalian dengan ranah rasa.[12]
Ranah psikologi
siswa yang paling utama adalah ranah kognitif. Ranah kejiwaan yang berkedudukan
pada otak ini merupakan sumber sekaligus pengendali dari ranah-ranah kejiwaan
lainnya, yakni ranah afektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa).[13] Jadi, tidak seperti organ-organ tubuh
lainnya, organ otak sebagai markas fungsi kognitif bukan hanya menjadi
penggerak aktivitas akal pikiran, melainkan juga menjadi menara pengontrol
aktivitas perasaan dan perbuatan. Sebagai menara pengontrol, otak selalu
bekerja siang dan malam. Adanya kerusakan pada otak maka akan mengakibatkan
kehilangan fungsi kognitif, dan tanpa adanya fungsi kognitif maka martabat
manusia tidak akan jauh beda dengan hewan.
Demikian halnya orang yang menyalahgunakan kelebihan
kemampuan otak untuk memuaskan hawa nafsunya, martabat orang tersebut tak akan
lebh rendah dari hewan atau mungkin lebih rendah dari hewan itu sendiri. Kelompok orang
yang bermartabat lebih rendah seperti ini dilukiskan dalam surah Al-Furqan: 44 :
أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ ۚ إِنْ
هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ ۖ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا
Artinya : “Atau
apakah engkau mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami?
Mereka itu hanyalah seperti hewan ternak, bahkan
lebih sesat jalannya”.
3.
Pendidikan Keindahan
Pada umumnya pendidikan
keindahan ini kurang mendapat perhatian dari para pendidik, hal ini disebabkan
oleh karena :
a. Pendidikan yang begitu prinsipal, maksudnya pendidikan keindahan itu
dianggap tidak bisa dipergunakan sebagai suatu pokok penghidupan.
b. Terdapat kekeliruan dalam menginterpretasikan apa yang menjadi tujuan dari
pendidikan keindahan ini .Tujuan pendidikan keindahan ini tidaklah bermaksud
untuk mendidik anak agar menjadi seniman dalam berbagai lapangan kesenian.
Tetapi pendidikan keindahan bertujuan, agar semua anak mempunyai rasa keharuan
terhadap keindahan. Mempunyai selera terhadap keindahan. Dan selanjutnya dapat
menghargai dan menikmati keindahan.
4.
Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani
tidak hanya berupa latihan saja tapi juga untuk pembentukan watak. Tujuannya
tidak hanya membuat sehat jasmani tapi juga menyehatkan mental. Secara umum
bertujuan untuk menyelaraskan dan menyeimbangkan jiwa dan raga. Menurut pasal 9
UU.no 4 tahun 1950 pendidikan jasmani yang menuju keselarasan antara tumbuhnya
badan dan perkembangan jiwa dan merupakan bangsa yang sehat dan kuat lahir dan
batin.
Pendidikan jasmani bertujuan untuk membentuk watak, dengan memupuk
dan mengembangkan sifat-sifat dan tabiat-tabiat yang baik. Selain itu agar anak
dapat tumbuh jasmaninya dan mentalnya dengan sempurna. Jadi tujuan pendidikan
jasmani yang sebenarnya ialah untuk mengadakan keselarasan atau keharmonisan
antara dua ragam.[14]
5. Pendidikan
Agama
Pendidikan agama merupakan tanggung jawab dari
keluarga dan orang tua. Oleh karena itu agar pendidikan agama dalam keluarga
dpat berlangsung dengan baik, maka orang tua harus bersedia terus-menerus
mendidik diri sendiri melalui mawas diri dan koreksi diri secara
sungguh-sungguh. Tidak hanya pribadi dan perorangan. Agama disamping sebagai
pandangan hidup juga merupakan tuntunan hidup manusia untuk dapat mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Agama adalah sumber moral sehingga tujuan
pendidikan agama untuk menuntun anak menjadi manusia yang bermoral, berbudi
luhur, bertakwa kepada Tuhan serta meyakini dan mengamalkan ajaran agama.
Pendidikan agama bertugas mengutamakan pembinaan segi religius baik didalam
kehidupan batiniah maupun dalam kehidupan lahiriah. Segi religius mengkhususkan
diri pada apa yang kita hayati sebagai sesuatu yang suci dan luhur yang juga
menyatakan apa yang benar dan yang nyata.
Aspek ketuhanan menjadi aspek pertama dan aspek
dasar pendidikan dalam Islam. Dengan mengenal Allah Swt. sebagai Tuhan dan
Pencipta, pribadi manusia dapat menyadari bahwa segala yang dipelajari adalah
ciptaan-Nya. Dengan bekal itu pula, dalam proses mempelajari ilmu pengetahuan
dan menguak fenoma alam, bukan kesombongan yang muncul dalam diri, melainkan
kesadaran akan kebesaran-Nya serta kedekatan kita dengan-Nya.
C.
Aspek-aspek
Pendidikan dari Sisi-sisi Sosial-Budaya
1.
Pendidikan Sosial atau Kemasyarakatan
Secara potensial manusia dilahirkan sebagai
makhluk sosial (zoon politicon), kata
Plato. Namun, untuk mewujudkan potensi tersebut ia harus berada dalam
interaksi dengan lingkungan manusia-manusia lain. Secepat individu menyadari
bahwa di luar dirinya itu ada orang lain, maka mulailah pula ia menyadari
bahwa ia harus belajar apa yang semestinya ia perbuat seoerti yang diharapkan
orang lain. Proses belajar untuk menjadi makhluk sosial ini disebut
sosialisasi.[15]
Selanjutnya orang harus
bisa turut merasakan apa yang dirasa orang lain. Disamping itu untuk kehidupan
bersama diperlukan sifat-sifat seperti sifat toleransi, sifat sabar, ramah
tamah, sopan santun, tolong-menolong, harga-menghargai, hormat-menghormati, dan
sebagainya.
Tujuan dari pendidikan
sosial adalah mendidik anak agar dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan
bersama dan dapat ambil bagian atau berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan
bersama tersebut.Pendidikan sosial harus sudah dimulai sejak anak masih dalam
kehidupan keluarganya, yaitu dengan jalan memberikan tugas-tugas tanggung jawab
sesuai dengan kemampuan dan tingkat umurnya. Pendidikan
sosial perlu untuk memenuhi kebutuhan kita agar diakui, dihargai, dihormati dan
dikagumi serta untuk dianut dan diamati.
Karena manusia tidak berdaya, maka dia tidak akan sanggup
melangsungkan hidupnya tanpa bantuan orang lain. Fithrah-potensi manusia yang dibawa semenjak
lahir baru dapat dan bisa berkembang dalam pergaulan hidupnya, dan manusia yang
dilahirkan itu tidak akan menjadi manusia tanpa pengembangan potensi tersebut
sebagaimana yang dikehendaki oleh ajaran Islam. Di antara nash yang menyatakan
demikian, dapat dipahami dari surat Al-Hujurat ayat 13, yaitu:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ
وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ
اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya : “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.
Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti”.
Dari nash tersebut diatas dapat disinyalir betapa pentingnya
memperdayakan masyarakat. Untuk memperdayakan masyarakat, yang pertama
adalah mengembang kan potensinya. Potensi tersebut dapat dikembangkan adalah
melalui pendidikan. Dengan pendidikan, manusia akan berwawasan, mempunyai
bermacam ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuanlah yang akan menjadikan seseorang
atau masyarakat dapat diperdayakan untuk bermacam-macam kepentingan, baik yang
berhubungan dengan pribadinya maupun yang berkaitan dengan masyarakat. Kedua, dengan jalan sosialitas
manusia (social being), dalam ajaran
Islam inilah yang dikenal dengan ta’arafu-berkenalan, menjalin hubungan secara
baik. Keadaan seperti itulah yang dikehendaki oleh ajaran Islam sekaligus
memperdayakan masyarakat untuk mencapai suatu tujuan, khususnya dalam mengelola
pendidikan.
Apabila seseorang telah dapat bergaul dan menyesuaikan dirinya
dengan kehidupan kelompoknya, berarti orang tersebut dapat mengenal nilai yang berlaku dalam
kehidupan sosialnya, sekaligus memperkembangkan pribadinya. Dengan interaksi
sosial itu manusia dapat merealisasikan kehidupannya, sebab tanpa timbal balik
dalam interaksi sosial itu, ia tidak akan dapat merealisasikan kemungkinan dan
potensi-potensinya sebagai individu.[16] Mengenai sosialitas manusia ( social being ) terlaksananya pendidikan secara baik adalah dengan
saling tolong-menolong sebagai makhluk sosial. Pernyataan ini dapat dipertegas
dengan firman Allah dalam surah Al Maidah ayat 2 :
ۘ
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ
Artinya
: “...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa...”
Sekolah,
yang merupakan institusi formal untuk belajar, mengharuskan sejumlah
persyaratan kepada pendidikan. Akibatnya, belajar di sekolah sangat berlainan
dengan yang berlaku di dalam keluarga, dalam teman-teman sebaya, atau dalam
komunitas. Jadi pendidikan dalam pengertiannya yang sangat luas dapat dianggap
sebagai suatu proses sosialisasi yang melaluinya seseorang mempelajari cara
hidupnya.
Dimensi-
dimensi sosial pendidikan yang dibicarakan dalam aspek- aspek sosial pendidikan
adalah:
a.
Aspek sosial yang ditanamkan oleh
pendidikan yang berlaku disekolah, seperti pewarisan budaya dari generasi tua
ke generasi muda. Ini berlaku pada semua masyarakat, dahulu atau pun sekarang,
termasuk dalam masyarakat Indonesia sendiri. Juga pewarisan ketrampilan dari
generasi ke generasi. Ini juga berlaku di masyarakat manapun, walaupun
teknologi ketrampilan itu selalu berubah. Juga pewarisan nilai-nilai dan
kepercayaan merupakan fungsi pendidikan. Nilai-nilai seperti kejujuran,
solidaritas, gotong-royong adalah nilai-nilai yang tak dapat tidak harus wujud
kalau masyarakat itu akan hidup terus. Sebab kumpulan apapun tak akan hidup
sebagai kumpulan tanpa nilai-nilai itu sebagai pemersatu.
b.
Aspek sosial yang kedua yang
mempengaruhi pendidikan adalah ciri-ciri budaya yang dominan pada
kawasan-kawasan tertentu di mana sekolah-sekolah itu wujud. Walaupun
pengelompokan seperti ini tidak selalu memberi gambaran yang jernih terhadap
kelompok yang dibicarakan di situ. Sebab faktor-faktor lain turut memainkan
peranan di dalamnya, seperti kepercayaan politik dan sosial, status sosio ekonomi,
kelas sosial, etnik, ras, agama dan lain-lain.
c.
Aspek sosial ketiga yang memainkan
peranan pada pendidikan yaitu faktor-faktor organisasi, dan segi birokrasi.
Adanya sistem administrasi yang bersifat hirarkis dan biasanya berlaku pada
tiap organisasi persekolahan. Juga hubungan-hubungan dan segi formal dan
informal yang masing-masing tergantung pada sistem-sistem sosial yang mengadakannya.
Begitu juga guru dan adiministrasi, hubungan orang tua, guru, hubungan
teman-teman sebaya, dan hubungan guru, murid, semuanya besar pengaruhnya dalam
pelaksanaan pendidikan.
d.
Aspek sosial keempat yang terpenting
mempengaruhi pendidikan adalah sistem pendidikan itu sendiri. Istilah sistem pendidikan bermaksud suatu
pola total masyarakat dalam institusi formal, agen-agen dan organisasi yang memindahkan
pengetahuan dan warisan kebudayaan yang mempengaruhi pertumbuhan sosial,
spiritual, dan intelektual seseorang. Walaupun mungkan kita menganalisa sistem
pendidikan dalam kawasan kota, kota madya, propinsi dan lain-lain, tetapi
biasanva dibuat dalam bentuk lebih besar, seperti sebuah negara.
Tidak
ada suatu sistem pendidikan yang tetap dan statis. Perlu juga disadari bahwa
sistem pendidikan selalu dipengaruhi oleh kecenderungan-kecenderungan dan
kekuatan-kekuatan sosial, budaya, spiritual, ekonomi, dan politik.
2.
Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan
kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengingatkan kita akan pentingnya
nilai-nilai hak dan kewajinan suatu negara agar setiap hal yang di kerjakan
sesuai dengan tujuan dan cita-cita bangsa dan tidak melenceng dari apa yang di
harapkan. Karena di nilai penting, pendidikan ini sudah di terapkan sejak usia
dini di setiap jejang pendidikan mulai dari yang paling dini hingga pada
perguruan tinggi agar menghasikan para penerus bangsa yang berompeten dan siap
menjalankan hidup berbangsa dan bernegara. Tujuan utama pendidikan
kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap
serta perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan
nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri para calon-calon penerus bangsa
yang sedang dan mengkaji dan akan menguasai imu pengetahuaan dan teknologi
serta seni. Selain itu juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia
yang berbudi luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, profesional,
bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.
Sebagai
manusia tentunya kita juga hidup dalam suatu kelompok yang besar yaitu negara.
Oleh karena itu, sangatlah penting jika kepada anak diberikan pendidikan
kewarganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan yaitu pendidikan yang bertujuan
agar anak menjadi warga negara yang baik berguna bagi tanah air, bangsa dan
negara. Sehingga, tahu akan nilai-nilai kemerdekaan, kebenaran, keadilan dan
sanggup membela dan memperjuangkannya.
Dengan
pendidikan kewarganegaraan anak akan tahu dan sanggup melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya. Sebagai warga negara anak harus diajari untuk memelihara
kelestarian bangsa dan negara, untuk itu diperlukan memupuk rasa kebangsaan
yang merupakan rasa perikemanusiaan dan terdiri dari nasionalisme (cinta
bangsa) dan patriotisme (cinta tanah air). Dapat dikatakan bahwa pendidikan
kewarganegaraan tidak boleh menimbulkan chauvinisme, yaitu sikap
penghargaan yang berlebihan terhadap bangsa dan negaranya sendiri.
3. Pendidikan
Kesejahteraan Keluarga
Pendidikan kesejahteraan keluarga pada dasarnya
mempunyai ruang lingkup atau scope yang luas. Sebab segala
masalah dalam kehidupan terdapat dalam kehidupan keluarga, kesemuanya itu
penting dan harus mendapat perhatian sepenuhnya demi kelancaran dan keselarasan
hidup dalam berkeluarga. Tujuan pendidikan kesejahteraan keluarga secara umum
ialah untuk meningkatkan taraf kehidupan dan penghidupan keluarga, untuk
mencapai terwujudnya keluarga yang sejahtera menuju masyarakat yang sejahtera.
Pendidikan keluarga berisikan sepuluh segi
penghidupan dan kehidupan keluarga, yaitu:
a.
Hubungan intra dan antar keluarga
b.
Masalah membimbing anak
c.
Masalah makanan
d.
Masalah pakaian
e.
Masalah perumahan (tata rumah)
f.
Masalah kesehatan
g.
Masalah keuangan
h.
Masalah tata laksana rumah tangga
i.
Masalah keamanan lahir dan batin
j.
Masalah perencanaan sehat
Tujuan pendidikan kesejahteraan keluarga secara
khusus (sekolah) memperdalam keinsafan anak atau perlunya hidup rukun, damai,
hemat dan sejahtera dalam ikatan keluarga serta berselera dalam berpartisipasi
mengurus kehidupan keluarga. Selain memberikan pengetahuan dan keterampilan
mengenai kesejahteraan keluarga perlu ditambahkan sikap kepada anak untuk tidak
memandang rendah terhadap pekerjaan di dalam rumah tangga.
Terkait dengan aspek-aspek pendidikan, dalam
Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 secara eksplisit merangkum aspek-aspek
pendidikan tersebut sebagai berikut:
a.
BAB II Pasal 3 tentang Fungsi Pendidikan.
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, krestif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
b.
BAB III bagian kedua Pasal 6 tentang Kerangka Dasar
dan Struktur Kurikulum.
1)
Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan
dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a)
Kelompok mata pelajaran agama dan
akhlak mulia.
b)
Kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian.
c)
Kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi.
d)
Kelompok mata pelajaran estetika.
e)
Kelompok mata pelajaran jasmani,
olah raga, dan kesehatan.
2) Kurikulum
untuk jenis pendidikan keagamaan formal terdiri atas kelompok mata pelajaran
yang ditentukan brdasarkan tujuan pendidikan keagamaan.
3) Satuan
pendidikan non formal dalam bentuk kursus dan lembaga pelatihan menggunakan
kurikulum berbasis kompetensi yang memuat pendidikan kecakapan hidup dan
keterampilan.
4) Setiap
kelompok mata pelajaran dilaksanakan secara holisik sehingga pembalajaran
masing-masing kelompok mata pelajaran mempengaruhi pemahaman dan/atau
penghayatan peserta didik.
5) Semua
kelompok mata pelajaran sama pentingnya dalam menentukan kelulusan peserta
didik dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah.
6) Kurikulum
dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat menekankan
pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis, kecakapan berhitung
serta kemampuan berkomunikasi.
4.
Aspek Politik dalam Pendidikan
Sebagaimana
di maklumi bahwa yang hendak dituju oleh pendidikan nasional ialah pendidikan
yang yang menuju kepada masyarakat industri yang tidak
terlepas dari tujuan politik ideologi bangsa kita sebagaimana yang diamanatkan
oleh Undang Undang Dasar 1945, Pancasila dan GBHN. Sistem Pendidikan Nasional
telah merumuskan dasar, fungsi dan tujuan pendidikan, yaitu : Pendidikan
Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945; Pendidikan
Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemajuan serta meningkatkan mutu
kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan
nasional; Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekertu luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Apabila dilihat rumusan tersebut di atas, kelihatannya sudah jelas
dan sistematik serta merupakan kerangka acuan bagi politik pendidikan nasional
dalam semua aspek pendidikan. Sebenarnya rumusan ini merupakan penjabaran dari
politik ideologi nasional ke dalam sektor pendidikan. Pada dasarnya pembangunan
dalam sektor pendidikan adalah aspek dari pembangunan politik bangsa, yang
tidak lain sebagai konsistensi antara arah politik dengan cetak biru
pembangunan bangsa yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.[17]
Tujuan nasional sebagai ideologi dasar dari masyarakat dan bangsa
kita menjiwai terbentuknya masyarakat industri modern, ideologi pembangunan dan
politik pendidikan nasional. Ilmu pengetahuan, teknologi serta informasi sangat
menentukannya, karenanya sangat perlu diketahui oleh masyarakat serta
berkembangnya kehidupan demokrasi. Maka demokrasi modern memerlukan rakyat yang
selain berpaham nasionalis itu juga berwatak demokrat. Baik paham nasionalisme
maupun watak demokrat tidaklah tumbuh sendiri, melainkan harus dididikan
melalui proses sosialisasi pendidikan politik.
Dengan demikian, masyarakat industri modern adalah masyarakat yang
mengacu pada kualitas dalam segala aspek kehidupan, kualitas tersebut akan hidup dalam masyarakat
yang tinggi disiplinnya. Justru itu masyarakat industri modern yang diinginkan
tidak dapat dilepaskan dari dasar Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 serta
GBHN, dengan intinya adalah pemerataan, kualitas kehidupan manusia dan
masyarakat Indonesia dan pembangunan yang berbudaya nasional.
Salah satu unsur politik pendidikan yang menunjang kehidupan
masyarakat industri modern ialah pendidikan yang memperioritaskan kepada
kualitas. Pemberian prioritas kepada kualaitas bukan berarsi suatu sistem
pendidikan yang elitis tetapi yang memberi kesempatan kepada setiap orang
mengembangkan bakat sesuai kemampuannya dengan. Pendidikan yang selektif untuk
rogram yang relevan, pendidikan untuk anak pintar, merupakan program yang perlu
dilaksanakan.
Politik pendidikan dengan sadar menyiapkan tenaga yang cukup
jumlahnya dan terampil untuk mendukung masyarakat industri perlu dengan sungguh-sungguh
disiapkan. Persoalannya ialah masyarakat industri modern yang akan kita bina
adalah masyarakat yang adil dan makmur.
Oleh karena itu pendidikan merupakan landasan utama bagi tumbuhnya
rasa nasionalisme yang positif. Usaha ini tentu saja harus mendapat perhatian
utama dalam pendidikan dasar 9 tahun (wajar 9 tahun). Pelaksanaan politik
pendidikan ini menuntut cara penyajian yang efektif sesuai dengan taraf pendidikan
rakyat dan tumbuhnya kehidupan yang terbuka. Untuk itu metodologi yang rasional
dan kritis sangat diperlukan sehingga mampu mengolah berbagai bentuk arus
globalisasi.
Dalam hal ini, akhirnya politik pendidikan nasional perlu ditata
dalam suatu organisasi yang efesien dan dikelola oleh yang profesional. Yang
tidak dapat dielakkan ialah keterpaduan antara berbagai jenis dan jenjang
pendidikan nasional sebagai sistem pengelolaan pembangunan nasional.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan
sebagaimana diuraikan, dapat di simpulkan bahwa:
1.
Secara bahasa, Pendidikan secara bahasa dapat didefinisikan menjadi
tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib. Secara istilah, Pendidikan dalam Islam adalah
sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju kedewasaan, baik secara
akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban
sebagai seorang hamba di hadapan Khaliq-nya dan sebagai ‘pemelihara’ (khalifah)
pada semesta.
2. Aspek-aspek pendidikan dari sisi-sisi individu adalah pendidikan akhlak atau budi pekerti, pendidikan kecerdasan, pendidikan keindahan, pendidikan jasmani, dan
pendidikan agama.
3. Aspek-aspek pendidikan dari sisi-sisi sosial-budaya adalah pendidikan
sosial atau kemasyarakatan, pendidikan kewarganegaraan, pendidikan kesejahteraan
keluarga, dan aspek politik dalam pendidian.
B.
Saran
Pendidikan perlu dipahami semua pihak sebagai proses
yang harus dilalui setiap individu dalam memberdayakan dirinya sendiri yang
akan bermanfaat bagi dirinya dan orang banyak. Pendidikan perlu dipahami
sebagai kebutuhan setiap individu, untuk memaksimalkan pemahamannya maka
sebaiknya kita semua memahami aspek-aspek pendidikan dari sisi individu serta
sosial budaya, sehingga dalam proses pendidikan atau mendidik nanti kita bisa
memaksimalkan sumber daya yang ada untuk menciptakan pendidikan yang lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anis, Muhammad. 2010. Quantum al-Fatihah: Membangun Konsep
Pendidikan Berbasis Surah al-Fatihah. Yogyakarta: Pedagogia
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Balai Pustaka: 1988
Gerungan, W. A. 2000. Psikologi Sosial. Bandung : Refika
Aditama
Indrakusuma, A. D. 1973. Pengantar
Ilmu Pendidikan. Malang: FIP IKIP Malang
Makmun, Abin Syamsuddin. 1998. Psikologi Pendidikan: Perangkat sistem pengajaran modul. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Said, M. 1978. Masalah
Pendidikan Nasional. Jakarta
Syah, Muhibbin.2005. Psikologi pendidikan dengan Pendekatan baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Tilaar , H. A. R. 2003. Kekuasaan dan Pendidikan. Suatu Tinjauan dari
Perspektif Studi Kultural. Magelang: Indonesiatera
Wiyani , Novan Ardi. 2013. Pendidikan
Agama Islam Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: Afabeta
LAMPIRAN
A.
Penanya :
1.
Kelompok 3 :
a.
Herawati (11140163000028)
b.
Syifa Nailufar Rohman
(11140163000022)
2.
Kelompok 4 :
a.
Kusrini (11140163000020)
b.
Siti Rahayu (11140163000002)
B.
Komentator :
1.
Kelompok 5 :
a.
Viotifa Novela Putri
(11140163000008)
b.
Kanti Mustika Alanny (11140163000025)
[1] Novan Ardi
Wiyani, Pendidikan Agama Islam Berbasis
Pendidikan Karakter, (Bandung: Afabeta,2013), hlm.120.
[2] Ibid.
[3] Muhammad Anis, Quantum al-Fatihah: Membangun Konsep Pendidikan
Berbasis Surah al-Fatihah, (Yogyakarta: Pedagogia2010), hlm. 77.
[5] A. D. Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan,
(Malang: FIP IKIP Malang, 1973), h. 51.
[6] M. Said, Masalah Pendidikan Nasional,
(Jakarta, 1978), h. 108.
[7] Ibid., h. 43.
[8] Ibid.
[9] Ibid., h. 55.
[10] Muhibbin Syah, Psikologi pendidikan dengan
Pendekatan baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 66.
[11] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka, 1988), h. 8-9.
[14] Ibid.
[15] Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Pendidikan: Perangkat sistem pengajaran modul, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1998), h. 72.
[16] W. A.
Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung
: Refika Aditama, 2000), h. 26.
[17] H. A. R.
Tilaar, Kekuasaan
dan Pendidikan. Suatu Tinjauan dari Perspektif Studi Kultural, (Magelang: Indonesiatera,
2003), h. 161.
Lembaga pendidikan Islam adalahtempat berlangsungnya proses pendidikan Islam bersama dengan prosespembudayaan serta dapat mengikat individu yang berda dalamnaungannya, sehingga lembaga ini mempunyai kekuatan hukum. Wallpaper Islami HD harga kardus bekas di pengepul harga jual kardus bekas ke pabrik pabrik daur ulang kardus bekas
BalasHapusJasa Penulis Artikel SEO jasa percetakan sampul raport K13 percetakan lamongan cetak poster terdekat